TRENDING NOW









Dalam pembukaan acara Istighotsah menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU,  di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, NU akan terus memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara, Minggu, 14/06/2015

Presiden Jokowi saat berpidato dalam membuka Munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal,  menyatakan dukungannya secara terbuka atas model Islam Nusantara.Minggu (14/06/2015),

"Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi," kata Presiden Jokowi.

Tentu saja, Konsep Islam Nusantara ini mendapatkan banyak tanggapan dan reaksi dari kalangan tokoh dan masyarakat terlebih para ulama yang selalu mendakwahkan islam.

Diantaranya adalah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Riziq Sihab. Dengan tegas beliau menyatakan bahwa JIN (Jemaat Islam Nusantara) merupakan paham yang sesat dan menyesatkan, serta bukan dari ajaran Islam, sehingga wajib ditolak dan dilawan serta diluruskan.di lansir dari tulisan beliau di suara islam.com.

Maka untuk lebih jelasnya, kami nukilkan 8 Alasan Habib Riziq sihab menolak konsep Islam Nusantara yang di posting oleh Suara Islam dengan judul “Jemaat Islam Nusantara (JIN) Paham Sesat Menyesatkan” :

1.    Islam Pendatang 

Bagi JIN bahwa Islam di Indonesia adalah "pendatang" dari Arab yang "numpang", bukan agama "asli" bangsa Indonesia. 

Tanggapan : Islam adalah agama asli yang turun dari langit untuk seluruh penduduk bumi, karena Islam datang dari Allah Swt sang pemilik alam semesta, sehingga Islam di mana saja di atas bumi Allah Swt akan selalu menjadi agama "asli" yang "pribumi", dan tidak akan pernah jadi "pendatang".

Jadi, Islam bukan dari Arab, tapi dari langit yang diturunkan pertama kali di tengah orang Arab, kemudian disebarkan ke seluruh dunia. 

2. Pribumisasi Islam

Islam sebagai pendatang dari Arab harus tunduk dan patuh kepada Indonesia selaku pribumi, sehingga Islam harus siap "dipribumisasikan" agar tunduk kepada budaya setempat.

Karenanya, tidak boleh lagi ada istilah "Islamisasi Indonesia", tapi yang mesti dilaksanakan adalah "Indonesia-isasi Islam". Jadi, jangan pernah katakan "Indonesia negara Islam", tapi katakanlah "Islam ada di Indonesia".

Tanggapan : jika pola pikir ini benar, maka Islam di China mesti di-China-isasi, dan Islam di India mesti
di-India-isasi, serta Islam di Amerika juga mesti di-Amerika-isasi, dan seterusnya, sehingga Islam di dunia jadi bermacam-macam dan berjenis-jenis sesuai negerinya.

Jika mundur lagi ke belakang, mestinya saat Islam ada di tengah masyarakat jahiliyyah, maka Islam harus di-jahiliyyah-isasi.

Jelas, pola pikir di atas ngawur dan tidak ilmiah, bahkan sesat menyesatkan.

3. Tolak Arabisasi

Islam yang ada di Indonesia selama ini adalah "Islam Arab", sehingga budaya Nusantara terancam dan tergerus oleh Arabisasi. 

Karenanya, di Indonesia semua budaya Arab yang menyusup dalam Islam harus diganti dengan budaya Nusantara, sehingga ke depan terwujud "Islam Nusantara" yang khas bagi bangsa Indonesia.

Intinya, JIN menolak semua budaya Islam yang beraroma Arab, karena dalam pandangan mereka semua itu adalah "Arabisasi Islam", sehingga perlu ada gerakan "Indonesia-isasi Islam" di Nusantara. 

Tanggapan : Rasulullah Saw diutus di tengah bangsa Arab untuk meng-Islam-kan Arab, bukan meng-Arab-kan Islam. Bahkan untuk meng-Islam-kan seluruh bangsa-bangsa di dunia, bukan untuk meng-Arab-kan mereka. 

Jadi, tidak ada Arabisasi dalam Islam, yang ada adalah Islamisasi segenap umat manusia.

4. Ambil Islam Buang Arab

Islam sebagai pendatang dari Arab tidak boleh mengatur apalagi menjajah Indonesia, tapi Islam harus tunduk dan patuh kepada Indonesia selaku pribumi.

Karenanya, bangsa Indonesia boleh ambil budaya Islam, tapi wajib tolak budaya Arab, agar supaya budaya Nusantara tidak terjajah dan tidak pula tergerus oleh budaya Arab.

Tanggapan : ini adalah propaganda busuk JIN yang ingin menolak budaya Islam dengan "dalih" budaya Arab. Pada akhirnya nanti, semua ajaran Islam yang ditolak dan tidak disukai JIN, akan dikatakan sebagai "budaya Arab".

Dan propaganda ini sangat berbahaya, karena menumbuh-suburkan sikap rasis dan fasis, serta melahirkan sikap anti Arab, yang pada akhirnya mengkristal jadi anti Islam.

5. Ambil Islam Buang jilbab

Menurut JIN bahwa jilbab adalah budaya Arab karena merupakan pakaian wanita Arab, sehingga harus diganti dengan pakaian adat Nusantara.

Tanggapan : JIN buta sejarah, karena di zaman jahiliyyah, masyarakat Arab tidak kenal jilbab, dan wanita Arab tidak berjilbab. Bahkan wanita Arab saat itu terkenal dengan pakaian yang umbar aurat dan pamer kecantikan, serta tradisi tari perut yang buka puser dan paha. 

Lalu datang Islam mewajibkan wanita muslimah untuk berjilbab menutup aurat, sehingga wanita muslimah jadi berbeda dengan wanita musyrikah. Dengan demikian, jilbab adalah busana Islam bukan busana Arab, dan jilbab adalah kewajiban agama bukan tradisi dan budaya.

6. Ambil Islam Buang Salam

Ucapan "Assalaamu 'alaikum" adalah budaya Arab, sehingga harus diganti dengan "salam sejahtera" agar bernuansa Nusantara dan lebih menunjukkan jatidiri bangsa Indonesia.

Tanggapan : lagi-lagi JIN buta sejarah, karena di zaman jahiliyyah, salam masyarakat Arab adalah "wa shobaahaah", bukan "Assalaamu 'alaikum".

Lalu datang Islam yang mengajarkan umatnya salam syar'i antar kaum muslimin, yaitu "Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh". Jadi, "Assalaamu 'alaikum" adalah "tahiyyatul Islam" bukan "tahiyyatul 'Arab."

7. Ambil tilawah Quran buang langgam Arabnya

Termasuk baca Alquran tidak perlu lagi dengan langgam Arab, tapi sudah saatnya diganti dengan langgam Nusantara seperti langgam Jawa dan Sunda atau lainnya, agar supaya lebih Indonesia.

Tanggapan : membaca Alquran dengan langgam Arab bukan kemauan orang Arab, akan tetapi perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw. 

Dan karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, tentu membacanya harus dengan langgam Arab, agar sesuai dengan intonasi makna dan arti. Dan itu pun tidak tiap langgam Arab boleh untuk tilawah Alquran.

Langgam gambus dan langgam qashidah berasal dari Arab, tapi tidak boleh digunakan untuk tilawah Alquran, karena keduanya adalah langgam seni dan budaya serta musik dan hiburan.

Apalagi langgam tari perut yang merupakan langgam seni dan budaya Arab untuk pertunjukan maksiat, lebih tidak boleh digunakan untuk tilawah Alquran.

Karenanya, membaca Alquran dengan langgam selain Arab tidak diperkenankan, karena memang tidak sesuai dengan pakem bahasa Arab, sehingga tidak akan sesuai dengan intonasi makna dan arti. 

Apalagi dengan langgam seni dan budaya selain Arab yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan, seperti langgam dalang pewayangan, langgam sinden jaipongan, langgam gambang kromong, dan sebagainya, tentu lebih tidak boleh lagi.

Allah Swt telah menganugerahkan bangsa Indonesia kefasihan dalam lisan Arab, sehingga dari Sabang sampai Merauke, orang dewasa maupun anak-anak, sangat fasih dalam mengucapkan lafzhul jalalah "Allah" dan aneka dzikir seperti "Subhanallah wal hamdulillaah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar." dan mereka pun sangat fasih juga dalam membaca Alquran.

Bahkan bangsa Indonesia sangat ahli dalam ilmu tajwid dan amat piawai dalam tilawatil Alquran dengan langgam Arab, sehingga di hampir setiap Musabaqah Tilawatil Qur'an internasional, para qori Indonesia banyak sukses dan berhasil keluar jadi juara dunia tilawah.

Karenanya, pembacaan Alquran dengan langgam dalang pewayangan adalah "kemunduran", di mana bangsa Indonesia yang sudah sangat maju dalam tilawatil Qur'an, hingga mengungguli bangsa Arab sekali pun, lalu dibawa mundur jauh ke alam mitos pewayangan di zaman semar dan petruk.

8. Ambil Alquran buang bahasa Arabnya

Baca Alquran tidak mesti dengan bahasa Arab, tapi cukup dengan terjemah Indonesianya saja, agar umat Islam Indonesia bisa langsung menyimak dan memahami makna dan arti ayat-ayat yang dibaca. 

Tanggapan : inilah tujuan sebenarnya dari propaganda JIN yaitu menjauhkan Alquran dari umat Islam, karena mereka paham betul bahwa ruh dan jiwa Islam adalah Alquran.

Bagi JIN, siapa ingin hancurkan dan lenyapkan Islam, hancurkan dan lenyapkanlah Alqurannya. Jadi jelas sudah, bahwa yang diserang JIN sebenarnya bukan Arab, tapi Islam.

Karenanya, selain yang sudah disebutkan di atas, JIN juga melakukan aneka ragam propaganda anti Arabisasi untuk merealisasikan tujuan busuknya, antara lain :

Pertama, menolak istilah-istilah yang diambil dari bahasa Arab, hingga sebutan abi dan ummi pun mereka kritisi, sehingga harus diganti dengan istilah-istilah Indonesia, tapi lucunya mereka alergi dengan istilah Arab namun sangat suka dan amat fasih menggunakan istilah-istilah Barat.

Kedua, menolak penamaan anak dengan nama-nama Islam yang diambil daribahasa Arab, sehingga anak Indonesia harus diberi nama Indonesia. Tapi lucunya mereka senang dan bangga dengan penamaan anak Indonesia dengan nama-nama barat dengan dalih lebih modern, walau pun bukan nama Indonesia.

Ketiga, bahkan mulai ada rumor penolakan terhadap pengafanan mayit dengan kain putih karena beraroma tradisi Arab, sehingga perlu diganti dengan kain batik agar kental aroma Indonesia.
Bahkan mereka mulai tertarik dengan pakaian jas dan dasi barat buat mayit sebagaimana pengurusan jenazah non-Islam, dengan dalih jauh lebih keren dan rapih ketimbang "pocong", walau bukan budaya Indonesia.

Demikian kami cuplikan dari tulisan beliau di suaraislam.com.semoga membuka wacana kaum muslimin Indonesia untuk lebih waspada menerima sebuah konsep yang di gelontorkan seorang tokoh. [Protonema/voa-islam]
Menteri Koordinator Bidang KemaritimanLuhut Binsar Pandjaitan memberikan penjelasan tentang lingkup kerjanya selama menjabat sebagai Menko.

Hal ini diungkapkan sekaligus untuk menjawab pertanyaan mengenai sejumlah pihak yang menanyakan mengapa dirinya seakan mengerjakan banyak hal, bahkan yang dianggap merupakan tanggung jawab pihak lain.



“Dalam hal ini, yang berada di bawah koordinasi saya adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, dalam menyelesaikan pembangunan di sektor-sektor tersebut tidak mudah karena tidak terintegrasi dengan baik,” kata Luhut melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (1/11/2017).

Menurut Luhut, ketika menjalankan kewajibannya sebagai Menko, tidak jarang dia menemui kasus tertentu di mana penyelesaiannya harus melibatkan kementerian lain di luar ranah wewenangnya.

Seperti ketika saat menangani masalah garam lalu belakangan diketahui ada masalah tanah sehingga dia menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).

“Begitu juga pengalaman menangani Mandalika. Meski pariwisata berada di bawah koordinasi saya, tapi ada persoalan sengketa tanah di sana sehingga saya mengajak Menteri ATR agar segera mendapatkan solusi,” tutur Luhut.

Contoh lain, ketika mengurus masalah yang tertunda sudah cukup lama, salah satunya pembangunan sistem waste energy di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Denpasar Selatan, lalu soal Flight Information Region, hingga reklamasi di pantai utara Jakarta.

Masih banyak lagi proyek yang dikerjakan Luhut sembari menggandeng pihak terkait untuk mempercepat penyelesaiannya.

“Saya berharap Bapak-Ibu dan teman-teman kini paham bahwa tidak ada niat dari saya maupun kementerian lain ingin mengambil alih urusan pihak lain. Semua yang kami lakukan semata-mata untuk kepentingan nasional,” ujarnya
Polemik proyek reklamasi Teluk Jakarta belum menemukan jalan keluar. Bola panasnya justru mengarah ke Presiden Joko Widodo. Sebab, sebulan sebelum dilantik menjadi Presiden, Joko Widodo yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan peraturan gubernur Nomor 146 tahun 2014 tentang pedoman teknis membangun dan pelayanan perizinan prasarana reklamasi kawasan strategis pantai utara Jakarta.

Pergub itu keluar September 2014. Mantan anak buah Jokowi di kabinet kerja yakni Sudirman Said terang-terangan menyebut Pergub yang dikeluarkan Jokowi itu sebagai pintu masuk izin pembangunan reklamasi.



“Beliau kemarin bicara tidak pernah keluarkan izin tapi ada dua Pergub yang keluar (terkait reklamasi). Dan Pergub itu memberi jalan bagi munculnya perizinan. Kalau mau izin caranya begini-begini gitu. Karena itu kembali dari government harus diluruskan,” kata Sudirman dalam diskusi yang bertajuk ‘Stop Proyek Reklamasi Teluk Jakarta’ di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/11).

Tidak sampai di situ, mantan Menteri ESDM ini juga menyebut istilah pulau dalam proyek reklamasi lahir dari Pergub yang dikeluarkan Jokowi. Padahal penyebutan pulau untuk reklamasi sebelumnya tidak pernah ada.

“Kalau dilihat asal muasalnya sebetulnya kata-kata pulau itu muncul di pergub, sebelumnya tidak ada. Reklamasi tidak ada cerita membuat pulau. Pulau itu muncul di Pergub tahun 2012 diikuti dengan beberapa Pergub yang sebetulnya diterbitkan oleh masanya Pak Jokowi,” ucapnya.

Presiden Jokowi menegaskan dirinya tak pernah mengeluarkan izin reklamasi. Baik sebagai gubernur maupun presiden. Jokowi membela diri soal pergub yang dikeluarkan saat masih menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta.

“Kalau yang itu, Pergub itu kan Pergub yang merupakan acuan petunjuk dalam rangka kalau kamu minta izin, bukan reklamasinya. Kalau kamu minta izin, aturannya seperti apa, bukan kamu saya beri izin, kamu saya beri izin reklamasi, bukan itu,” kata Presiden Jokowi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun tak ingin mencampuri lebih jauh persoalan kelanjutan reklamasi pantai utara Jakarta. Urusan itu diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah provinsi (Pemprov) DKI.

“Kita serahkan kembali masalah ini ke gubernur DKI,” katanya saat memberikan sambutan dalam acara Breakfast Meeting Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis (2/11).

JK merujuk pada Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara ada pada gubernur selaku kepala Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Karena itulah, keputusan dilanjutkan atau dihentikan reklamasi pantai utara Jakarta ada di tangan pemprov DKI.

“Karena dalam undang-undangnya, pemantau pulau itu berada di bawah kewenangan pemda,” ujarnya.

Hanya saja, Wapres JK mengingatkan Pemprov DKI bahwa pulau yang sudah dibangun di pantai utara Jakarta tidak mungkin dibongkar. Jika dibongkar akan menghabiskan lebih banyak ongkos. Pesan ini juga sudah disampaikan JK saat Anies dan Sandi sowan ke istana wapres.

“Satu catatan bahwa tidak mungkin kita membongkar apa yang sudah ada. Jadi solusi, DKI itu nanti harus berikan solusi, solusinya apa. Khususnya bagaimana penggunaan daripada apa yang sudah ada itu,” tegasnya.

Sudirman Said menilai saran JK sudah sesuai dengan pemikiran Anies-Sandi. Menurutnya, sudah sejak awal Anies dan Sandi ingin memberdayakan pulau yang sudah jadi. Bahkan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI itu juga pernah memintanya semasa menjabat sebagai ketua tim sinkronisasi untuk melakukan kajian terhadap pulau reklamasi baik yang sudah jadi maupun yang sedang dalam masa pembangunan.

“Jadi yang disampaikan Pak Wapres itu konsisten dengan yang ada di pikiran Pak Anies dan Bang Sandi,” kata Sudirman.

Wakil Gubernur Sandiaga Uno mengapresiasi masukan yang diberikan JK. Untuk itu, dia bersama dengan Anies tengah memulai menyusun langkah-langkah dengan berkoordinasi dengan DPRD DKI Jakarta.

“Kami mengapresiasi Pak JK menyerahkan pada kami sepenuhnya. Ini yang nanti akan kami mulai lakukan langkah-langkah selanjutnya setelah kami koordinasi dengan DPRD,” tuturnya di Balai Kota.

Mengenai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 146 tahun 2014 menyangkut soal reklamasi, Sandiaga belum dapat memberikan komentar. Namun, dia menegaskan, akan melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk melakukan revisi atau tidak.

“Itu nanti akan kita kaji setelah ada pembicaraan dengan DPRD,” katanya. [noe] merdeka
Pemimpin Redaksi tvOne, Karni Ilyas, mengadukan insiden seorang reporternya bersama tim peliputan diusir ketika berusaha mereportase perkembangan reklamasi Teluk Jakarta.

Dia melaporkan itu kepada Bestari Barus, seorang anggota DPRD DKI Jakarta, ketika dihadirkan sebagai narasumber dalam forum Indonesia Lawyers Club bertajuk Proyek Pulau Reklamasi, Tak Terbendung? pada Selasa malam, 17 Oktober 2017.



Si reporter bersama tim, kata Karni, memang ditugasi mereportase reklamasi Teluk Jakarta setelah pemerintah pusat mencabut moratorium reklamasi. Orang yang mengusir ialah petugas keamanan perusahaan yang mengelola proyek reklamasi.

“Wartawan saya, perempuan, sampai diburu dengan speedboat dan ada sirine. Dilarang mendekat ke kawasan reklamasi,” katanya kepada Bestari.

Karni tak habis pikir alasan wartawannya diusir dari kawasan proyek reklamasi itu. Padahal kawasan itu ialah Teluk Jakarta yang semestinya siapa saja bebas melintasinya.

“Mendekat ke pulau Singapura pun enggak masalah, asal lewat Imigrasi. Ini cuma lewat, udah tidak boleh,” katanya.

Bestari Barus mengaku mengaku tak tahu kalau ada patroli keamanan yang melarang masyarakat melintas di kawasan reklamasi itu. Namun dia menyesalkannya dan berjanji akan ke sana langsung untuk mengetahui lebih jelas.

Kasus semacam itu ternyata tak hanya dialami jurnalis tvOne. Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Sanksi Administrasi dan Penegakan Hukum pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pun pernah mengalami hal serupa.

Rosa, yang berkewenangan dalam permasalahan reklamasi Teluk Jakarta, suatu waktu pernah menginspeksi proyek reklamasi di Pulau G. “Saya saja ditolak di Pulau G. (petugas keamanan) mereka merasa itu bukan kewenangan (pemerintah) pusat.”
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan enggan menanggapi pertanyaan wartawan soal kelanjutan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.


"Wah kalau soal itu, kan saya moratorium sudah cabut, terserah Pemerintah Provinsi DKI biarkan mereka berproses sendiri," kata Menteri Luhut usai memberikan kuliah umum di Graha Sanusi Hardjadinata Kampus Unpad Kota Bandung, Jumat (3/11/2017).

Ia juga enggan berpendapat tentang pernyataan Wakil Presiden M Jusuf Kalla yang menyatakan reklamasi teluk Jakarta tetap dilanjutkan hanya untuk pulau buatan yang terlanjur dibuat yakni untuk pulau C dan D.

"Saya tidak berkomentar mengenai itu biarkan saja," kata dia.

Menurut Luhut saat ini dirinya sedang fokus memikirkan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus di Bekasi.

"Saya lagi sibuk ngurusin Kawasan Ekonomi Khusus Bekasi. Lagi distudi dengan baik oleh Pak Ridwan sebagai kedua. Dalam dua minggu ke depan nanti kita lihat semuanya, ya kita lihat nanti mana yang terbaik," kata dia.(yn/ant)
FRONT PEMBELA INDONESIA : yaa.. ikhwah...blog ini yang posting bukan orang fpi, tapi ane bantu ente, agar ormas dan kegiatan fpi terpublish di dunia cyber, dengan menggunakan tekhnik SEO

Seharusnya anggota FPI di bekali ilmu cyber, agar bisa mengcounter isu isu negatif tentang FPI

Salam

Denyut Nadi bin Tukang Mendoan